Advertisement

Responsive Advertisement

Kematian Tak Memikirkan Siapa dan Apa yang Ditinggalkan


Pada malam yang belum terlalu malam, remang-remang, aku tergagap mendapati tubuhku terbujur kaku di atas sofa ruang tamu. Saat tangan kucoba gerakkan, ia terasa sakit. Benar-benar kaku.

Mataku kemudian menemu banyak luka di mana-mana. Seketika, aku mengaduh merasai sakit di seluruh tubuhku yang terluka begini.

Ya, Tuhan. Aku lupa. Oh bukan. Aku ingat, aku ingat bahwa beberapa waktu sebelum ini, aku mengalami kecelakaan. Saat mengantarkan istriku yang tengah hamil, ke sebuah klinik yang tak begitu jauh dari rumah. Iya, dalam perjalanan pulang, kami kecelakaan. Aku tak mau mengingat bagaimana kecelakaan itu terjadi.

Istriku? Di mana istriku? Kusapukan pandang mataku ke sekeliling. Aku tak mengenali isi ruang tamu rumah ini. Rumah siapa ini?

Ya, Tuhan! Aku sendiri tak tahu di mana diriku! Di mana pula istriku berada. Dan, bagaimana bisa aku di sini? Sendirian! Iya. Sendirian. Ya, Tuhan. Ya, Allah.

Mataku mendadak terasa berat untuk kubuka. Segeralah kemudian aku memjamkan mata. Barangkali ini tidur. Atau bukan. Tapi aku masih mampu merasakan kehidupanku. Lalu pelan-pelan, aku mulai menjauhi kesadaran. Menuju gelap. Menuju malam yang sudah benar-benar gelap. Sangat gelap.

Post a Comment

0 Comments